“Tujuan dari akreditasi bukan peringkat tetapi Budaya Mutu”, kalimat tersebut sering disampaikan oleh Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd., selaku Ketua Umum LAMDIK. Kalimat tersebut singkat namun implementasinya tidak mudah. Salah satu pondasi utama untuk mencapai tujuan tersebut adalah instrumen akreditasi yang relevan dan kredibel. Namun pertanyaannya bagaimana membuat suatu instrumen yang relevan ditengah era disrupsi atau perubahan yang sangat cepat dan masif?
Evaluasi dan pengembangan terus dilakukan LAMDIK salah satunya pada instrumen akreditasi dan bagaimana peran aktif LAMDIK dalam perkembangan Pendidikan di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut pada tanggal 30 November – 1 Desember 2022 telah dilaksanakan FGD Arah Perkembangan Pendidikan Tinggi ke Depan dan Instrumen Akreditasi yang Relevan.
Kegiatan tersebut dilaksanakan secara luring di Hotel Century Jakarta. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Dewan Pengurus LAMDIK, jajaran Direktur, Divisi, staf serta Narasumber sebagai berikut:
- Prof. Dr. Ir. K.H. Mohammad Nuh, DEA., (Menteri Pendidikan Nasional 2009-2014)
- Prof. Drs. H. Ganefri, M.Pd., Ph.D., (Ketua Dewan Pembina LAMDIK)
- Prof. Intan Ahmad, Ph.D., (Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikristi 2015)
- Bahrul Hayat, Ph.D., (Sekjen Kementerian Agama Republik Indonesia periode 2006-2014), dan
- Beberapa Asesor LAMDIK.
Banyak catatan penting dalam pertemuan tersebut, seperti yang disampaikan oleh Prof. Intan Ahmad., Ph.D., tentang kesesuaian kurikulum dan kebutuhan lapangan sangat timpang. Bagaimana bisa lulusan suatu perguruan tinggi di tahun 2022 belajar selama 4 tahun dengan materi yang sudah kedaluwarsa atau tidak relevan. Relevansi tersebut juga disinggung dalam instrumen akreditasi oleh Prof. Dr. Muslimin Ibrahim, M.Pd., di era pembelajaran dalam jaringan, apakah masih relevan tentang ratio dosen-mahasiswa? Catatan-catatan tersebut menjadi landasan LAMDIK dalam mewujudkan instrumen 2.0 yang akan segera dikembangkan dan dimulai pada awal tahun 2023.